Minggu, 27 Desember 2009

Schistosomiasis Japonicum


Schistosomiasis japonica is a chronic disease caused by trematode worm infection. Trematode belongs to the genus schistosoma, which had an endemic characteristic and widely distributed in Africa, South America, The Middle East, and Asia. In Indonesia, the wonn is only found in Lake Lindu (District of Donggala) and Napu Highland (District of Poso). The disease was firstly reported by Muller and Tesch in 1937 who found a male patient of 35 years that eventually died in Palu Hospital (Hadidjaja, 1985). The disease was endemic in two areas in Central Sulawesi, i.e., in Lake Lindu and Napu Highland. Mediating host of this disease was amphibious snail, Oncomelania hupensis lindoensis, found in 1971 (Carney et al, 1973, in Gand3husada et ill, 1998).

Eradication program had been accomplished since 1982 by Health Office, Province of Central Sulawesi in Lindu and Napu areas, involving activities such as survey, research, and field trial in order to find the disease situation, transmission factors, and possible eradication method. These efforts bad a significant contribution since it might suppress the prevalence rate from 33.85% to 1.51% between 1982 - 1988. However, in semester II 2002 the prevalence increased in almost all villages, reaching averagely 2.43% from 14 villages in Napu, with the highest prevalence in Dodolo village (4.73%) and Maholo village (3.77%). Faecal examination revealed the eggs of Schistosoma japonicum in 164 from 12,463 individuals examined (2.43%), although the Department of Health and the government of Central Sulawesi had targeted the decrease of Schistosomiasis prevalence to be lower than 1% or <10>
Penyakit Schisitosomiasis japonica atau disebut juga demam keong merupakan penyakit menahun yang disebabkan oleh infeksi trematoda yaitu cacing yang tergolong dalam genus Schistosoma dan bersifat endemik dengan penyebaran cukup luas di dunia seperti Afrika, Amerika Selatan, Timur Tengah dan Asia. Di Indonesia hanya ditemukan di daerah Danau Lindu ( Kabupaten Donggala) dan Dataran Tinggi Napu (Kabupaten Poso). Penyakit ini pertama kali dilaporkan oleh Muller dan Tesch pada tahun 1937 dimana ditemukan kasus pada laki-laki yang berumur 35 tahun yang kemudian meninggal di Rumah Sakit Palu (Hadidjaja, 1985). Penyakit ini ditemukan endemis di dua daerah di Sulawesi Tengah, yaitu daerah Danau Lindu dan Lembah Napu. Pejamu perantara penyakit ini adalah sejenis keong amphibi yaitu jenis Oncomelania hupensis lindoensis yang ditemukan pada tahun 1971 (Carney dkk, 1973 dalam Gandahusada dkk, 1998).

Program pemberantasan Schistosomiasis japonica secara intensif dilaksanakan mulai tahun 1982 oleh Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah di daerah Lindu dan Napu. Program pemberantasan terutama menyangkut kegiatan-kegiatan survei, penelitian dan uji coba lapangan dengan maksud untuk lebih mengetahui situasi penyakit, faktor-faktor penularan yang berperan dan metode pemberantasan apa yang dapat dilakukan. Selama periode tahun 1982-1988 di daerah Napu terjadi penurunan angka prevalensi dari 33,85% menjadi 1,51 %. Namun pada semester II tahun 2002 terjadi peningkatan prevalensi penyakit hampir di semua desa hingga mencapai rata-rata 2,43 % dari 14 desa yang ada di Napu, dua diantaranya paling tinggi yaitu desa Dodolo, (4,73 %) dan desa Maholo (3,77 %). Hal ini berdasarkan hasil pemeriksaan tinja dari 12.463 orang ditemukan positip telur cacing Schistosoma japonicum sebanyak 164 orang ( 2,43 %) padahal pihak Ditjen PPM dan PLP Departemen Kesehatan RI dan Pemerintah Propinsi. Sulawesi Tengah menargetkan mulai akhir Pelita V terjadi penurunan prevalensi Schistosomiasis hingga mencapai angka di bawah 1 % atau <>
Pada tahun 2006, dilakukan survey lebih luas di wilayah sekitar Taman Nasional Lore Lindu, yang salah satunya di wilayah kecamatan Lore Selatan, yang merupakan wilayah kerja dari Puskesmas Gintu. pada survey tersebut ditemukan beberapa fokus keong Oncomelania Hupensis Linduensis yang merupakan hospes dari cacing scistosoma japonicum. dan pada pembedahan tikus ditemukan cacing cacing scistosoma japonicum. yang selanjutnya mulai ditemukan beberapa penderita di wilayah ini.
Hal ini sangat menggembirakan oleh karena keberhasilan dalam mengungkap suatu masalah kesehatan yang dengan sendirinya dapat menyelamatkan atau melindungi masyarakat dari penyakit ini. Namun sangat disayangkan hal ini tidak di barengi dengan ketersediaan obat - obatan untuk menyembuhkan penyakit ini, oleh karena obatnya tidak lagi diproduksi. suatu contoh kasus yang terjadi beberapa waktu yang lalu, terjadinya kasus kematian oleh karena penyakit ini, Harapan kami kiranya kita semua terus meningkatkan upaya - upaya pemberantasan penyakit ini, sehingga prevalensinya dapat ditekan sekecil - kecilnya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar